Rengkuh Aku Pada Dekapan Cintamu Kasih Part 2

“Udah ?! Gitu aja?!” tanyaku kecewa. “Memangnya kamu mau apa?

Minta aku menanyakan perasaannya? Ya sungkanlah, Fir,” sembari mengernyitkan dahi, “kamu tanyakan sendiri padanya.” | Cerpen Cinta Rengkuh Aku Pada Dekapan Cintamu Kasih Part 2

“Gak mungkin lah, Mbak. Gengsi dong!” sahutku kemudian melangkah meninggalkannya.

Beberapa hari berlalu, tak pernah kudengar kabar darinya. Malah sekarang posisinya sudah digantikan oleh seniornya. Dan kabar yang kudengar darinya, Andri ternyata telah diterima bekerja di salah satu BUMN di bidang perkapalan. Pekerjaan yang selama ini diimpikannya.
Andri, adalah lulusan teknik perkapalan dari sebuah perguruan tinggi ternama.

Aku mulai memikirkan perkataan kakakku. Dan pendirianku pun mulai goyah. Keangkuhanku mendadak runtuh dan berubah menjadi keinginan kuat untuk mendapatkan kepastian tentang perasaan Andri padaku.

Hati nurani pun seolah beradu, antara mempertahankan gengsi atau melupakan angkuhku demi jawaban atas rasa penasaranku.

“Dialah orang selama ini kutunggu kedatangannya. Aku yakin dia orang terbaik bagiku,”
begitu keyakinanku berujar.

“Tapi bagaimana jika ternyata dia menganggapku hanya sebagai sahabat?” demikian keraguanku melemahkan.

“Ah, tak apalah. Setidaknya aku tak lagi terjebak dalam rasa penasaran yang berkepanjangan. Nothing to loose… . Toh aku tidak rugi apa-apa.” kali ini kubulatkan tekad.

Kuraih hp di atas meja dan segera mengetikkan kata-demi-kata untuk kukirimkan padanya.

“It’s hurt to be rejected by someone we love. But it’s more painful to keep our love without knowing how it will be” isi pesan singkatku padanya. Kirim.

Sesaat kemudian, lantunan lagu Bon Jovi “thank you” mengalun merdu dari alat komunikasi itu. Pesan terkirim.
Tak berapa lama, lagu itu kembali terdengar pertanda ada pesan yang masuk.

Segera kubuka sms itu, “Lagi jatuh cinta ya? Boleh tahu siapa yang istimewa itu?”

Isi pesan yang membuatku kembali berbunga.

‘Ku berpikir sejenak, tak mungkin mengakui perasaanku begitu saja.
Segera kuketikkan kembali balasannya.

“Ah, ga juga. Cuma mengutip kalimat seorang teman. hehehe”

“Oo, aku kira lagi jatuh cinta. Andai pun iya, beruntung sekali si dia yang bisa mendapatkan cinta ‘njenengan’.”

Kali ini kata-katanya membuatku tersipu sendiri. Beruntung kami tidak sedang bertatap muka.

“Waduh! Bisa ‘nggombal’ juga rupanya :p.”

“Bukan. Aku ga suka ‘nggombal’. Apa adanya saja.”

Lagi-lagi jawaban itu, membuatku… .

“Bisa saja, jadi besar kepala nih… helm… helm. Btw, kudengar dari Mas Galih, ‘pean’ diterima di PT. Dok? Waah, selamat ya. Syukuran dong…” kali ini kualihkan pembicaraan.

“Alhamdulillah. Setelah dua kali ikut tes, akhirnya lolos juga… . Makasih.”

“Jadi, dulu sudah pernah ikut tes?”

“Ya, tapi gagal waktu wawancara. Maklum, waktu itu masih lugu, belum tahu caranya menghadapi orang. Kali ini, berkat pengalaman sebagai tenaga marketing jadi tahu caranya. Belajar dari senior juga. Oya, mau ditraktir apa?”

“Ah, ga. Bercanda aja kok. ðŸ™‚ Trus, kapan mulai kerja?”

“InsyaAllah bulan depan. Sekarang masih harus menyelesaikan tanggung jawab di sini. Pamit sama teman-teman, juga sama …njenegan”

Jawaban yang membuat dadaku berdesir. Wajahku mulai terasa memanas, memerahlah pasti warnanya. Lagi-lagi aku bersyukur, kami sedang tidak bersama.

“Bener ya, pamit. Boleh juga kalo mau kasih kenang-kenangan… :D” Untuk beberapa saat, tak ada jawaban, mungkin dia sedang sibuk. Kukirim pesan susulan. “Oya, sekarang lagi sibuk ya? Monggo dilanjut aja, maaf sudah mengganggu… .” | Cerpen Cinta Rengkuh Aku Pada Dekapan Cintamu Kasih Part 2

Tak berapa lama, pesan baru pun kembali masuk.

“Ndak apa-apa. Aku juga senang ngobrol sama njenengan.”

Kalimat penutup yang makin membuatku jatuh hati padanya.

Selang sehari setelah sms itu, hatiku semakin tak tenang. Aku harus mengungkapkan semua ini, atau terus tersiksa oleh rasa penasaran yang entah sampai kapan bisa kutahan.

Tak peduli apa tanggapannya nanti. Terpenting aku harus melepaskan kegelisahan ini.
Dengan jantung berdebar kencang penuh kerisauan, kumantapkan hati untuk mengetikkan pesan.

“Tahukah yang istimewa di hatiku? Dialah kamu… ” Kirim.

5 menit berselang, tak ada balasan… 10 hingga 30 menit ‘handphone’ masih “terdiam”. Mungkin dia masih sibuk, hiburku dalam hati.
Hingga satu jam menunggu… mungkinkah aku sudah membuatnya bimbang?

Dengan kesabaran yang mulai menipis, kembali kumainkan jari-jemari untuk mengetikkan kata-kata yang mungkin akan memancing jawaban darinya.

“Maaf, jika smsku mengejutkan. Aku sendiri tak pernah menyangka, bisa mengatakan ini. Tapi tak ada maksud untuk membuatmu bimbang dan terdiam. Just to tell you how I feel, nothing more. Mungkin akan menyakitkan jika rasa ini tak berbalas. Tapi aku pun tak mungkin memaksa untuk mendapatkan jawaban ‘iya’. Karena rasa memang tidak bisa dipaksakan. Tapi, tolong jangan hanya diam. Yakinlah, aku siap dengan segala jawaban.”

Tak berapa lama, alunan lagu ‘Thank you’ pun terdengar dari gadget kesayanganku itu.

Pesan masuk dari Andri, “Maaf, tadi aku baru selesai sholat. Sejujurnya aku kaget menerima sms njenengan. Hingga bingung mau mengatakan apa…”

Sms pun terputus. Kembali ku sela dengan mengirimkan pesan yang menunjukkan ketegaran, walaupun hati ini mulai terguncang.

“Tak apa, seperti yang kukatakan tadi, njenengan punya pilihan. Tak usah ragu. Cukup pastikan, dan aku akan merasa lega…”

“Iya, maafkan. Andai kita bertemu lebih awal… Tapi aku baru menentukan pilihan yang sangat sulit. Melalui shalat, ku dapati jawaban yang tak mungkin kuingkari. Ku harap njenengan mengerti…”

Akhirnya, ku terima jawaban yang tak lugas,namun bermakna jelas.
Dia bukan jodohku, dan aku bukan yang terbaik baginya.

Rasanya kepalaku semakin berat. Tubuhpun tak lagi sanggup menahan emosi yang begitu dahsyat. Tak mampu ku bendung bulir-bulir air yang sedari tadi mencoba bertahan di kelopak mata. Dengan sisa kekuatan di tangan, ku mencoba menegarkan diri lewat tulisan.
“Ndak apa-apa. Aku bisa terima dan mengerti sepenuhnya. Bahkan kumerasa lega, karena tak ada lagi yang terpendam. Semoga njenengan bahagia bersamanya.”

“‘Makasih. Aku juga mendo’akan, njenengan segera dipertemukan dengan jodoh yang terbaik. Amiin…”

“Amiin…”

Tak sanggup lagi menahan rasa ini. Sekali lagi ku rasakan indahnya cinta sesaat sebelum menerima pedihnya patah hati.

Liburan akhir tahun ajaran baru, kuputuskan untuk menghabiskan di rumah kakak di Kota Malang. Tak lagi kudengar kabar darinya. Hanya, beberapa hari yang lalu, Mbak Bin memberitahukan kalau Andri datang ke rumah dan memberikan sekotak kue, ‘syukuran’ katanya.

Kutapaki jalanan “Apple City” dengan langkah gontai. Lelah sekali rasanya, bukan hanya raga, tapi juga jiwa. Untuk kesekian kali ku alami kenyataan pahit, patah hati di saat cinta baru bersemi … . Tak ingin aku jatuh cinta lagi. Buat apa? jika pada akhirnya harus sakit hati. Tekadku dalam hati

Langkah ku hentikan di depan sebuah toko buku terbesar di kota ini. Memasuki gedung dengan begitu banyak deretan buku berjajar, kususuri satu-demi-satu rak yang memajang kumpulan fiksi romantis. Mata pun tertuju pada sebuaah buku bersampul putih dengan lukisan sepasang tangan –pria berjenggot– yang saling menangkup.
“Cinta Sang Sufi” judulnya.

Segera ku ambil dan membalik buku itu untuk membaca ringkasan ceritanya.
Menceritakan tetang seorang pria yang sepanjang hidupnya didedikasikan hanya untuk bermunajat kepada Sang Khaliq, tiba-tiba merasakan cinta yang lain ketika bertemu dengan seorang gadis penghibur di sebuah rumah sahabatnya.
Tapi sayang, percintaan di antara mereka harus kandas karena sang gadis –yang juga merupakan budak– harus menerima keputusan sang majikan untuk menjualnya kepada seorang bangsawan Arab.
Merekapun harus berpisah dan membiarkan cinta mereka pupus tanpa ada kesempatan sedikitpun ‘tuk mereguk manisnya.

Sungguh ironis. Aku seperti berkaca. Namun ada yang istimewa dari pesan yang disampaikan oleh penulisnya. Pesan yang membuatku seolah menemukan ‘pencerahan’ dari kegelapan. Sebuah kekuatan untuk kembali bangkit dari keterpurukan.
Bahwa untuk menemukan jalan menuju cinta ilahi, kita harus bisa mencintai mahluk ciptaan-Nya dengan tulus, walaupun tak selalu mulus. | Cerpen Cinta Rengkuh Aku Pada Dekapan Cintamu Kasih Part 2

Hidup terlalu singkat untuk penyesalan. Dan terlalu indah untuk disia-siakan.
Karena Allah tak akan pernah melalaikan hamba-hamba yang merindu dan mendambakan cinta-Nya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rebah Di Tirai Cinta ( Bab 24 )

Kumpulan Novel: GELAP